KODE Dfp 1 Pack Your Bags #MaduraCalling, Destination: Pamekasan! | Viva Asia

Pack Your Bags #MaduraCalling, Destination: Pamekasan!

KODE 200x200
KODE 336x320 atau in artikel

Hampir semua Bobotoh yang (cukup sering) mengakses platform sosial media Facebook, Twitter maupun Instagram, dipastikan langsung "kukulutus" seketika melihat informasi terkait pengunduran laga tandang Persib ke Senayan yang pada mulanya dijadwalkan hari Sabtu 28 April, namun akhirnya diundur menjadi 30 Juni.

Panpel mereka berdalih, pihak keamanan setempat khawatir karena laga tersebut berdekatan dengan perayaan hari buruh internasional atau yang biasa disebut MayDay. Namun tidak sedikit publik yang beranggapan hal itu hanyalah akal-akalan Persija yang kelelahan setelah piknik di Geylang sembari berswafoto di patung singa.

Selain kegoblogan pihak persija, tentu saja sikap lembek otoritas sepakbola Indonesia pun harus dipersoalkan. Namun, kegoblogan keduanya memang bukan hal yang baru diketahui oleh publik sepakbola tanah air. PSSI dan operator liganya acapkali mengeluarkan kebijakan kontroversi. Selain antik, mereka tentu sudah cukup "kandel kulit beungeut" untuk melakukan hal-hal yang lebih tidak rasional. Layaknya para taipan rakus yang menguasai persepakbolaan tanah air kita. (Atau mereun eta-eta keneh?:p)

Dalam hal ini, saya kira reportase dari Tirto.id (yang beberapa waktu lalu sempat menjadi perbincangan hangat di kalangan publik sepakbola) sudah cukup untuk memperkuat persepsi yang sudah ada, perihal bagaimana peran kapital bekerja sama dengan otoritas sepakbola dalam "menggempur" klub-klub sepakbola yang secara historis memiliki andil dalam lahirnya Republik ini.

Barangkali hal di atas pula yang menjadi landasan sikap beberapa kawan yang memproklamirkan diri untuk berhenti mengikuti segala macam kegoblogan terkait sepakbola dalam negeri ini, kebanyakan dari mereka dipengaruhi oleh narasi yang beredar di media sosial, dan sangat disayangkan, tidak sedikit dari kita yang tidak membaca secara cermat dinamika yang terjadi di lapangan.

Namun demikian, tidak bagi beberapa kawan yang lain, (barang tentu saya sepakat dengan mereka) yang masih berupaya menikmati geliat bola lokal meskipun ledakan informasi mengenai kebobrokan didalamnya sudah sulit disembunyikan lagi.

Saat menulis esai ini, saya teringat akan tulisan Romo Sindhunata di bukunya yang berjudul bola bola nasib. Buku tersebut berisikan kumpulan esai beliau tahun 80-90an. Sebagai seorang peletak dasar kepenulisan sepakbola di negeri ini, beliau sudah sejak dahulu berasumsi bahwasanya, "Bola yang sebenarnya sport ini, bukan sekedar sport lagi. Banyak pengalaman diluar sport masuk ke dalamnya, dan dalam bola pengalaman itu mendapat tempatnya. Dalam pesta bola ini pelbagai pengalaman seperti patriotisme, chauvinisme, berpikir sepihak dan memihak, frustasi seksual tumpah jadi satu. Bola menjadi tempat tanpa sejarah, di mana orang menemukan hal yang tidak lagi ditemukan dalam pengalaman sejarah masyarakat dewasa ini."

Secara eksplisit romo Shindu menggambarkan bahwa sepakbola saat itu sudah bergeser jauh secara harfiah, bahkan dipastikan lebih jauh apabila suatu saat nanti saya mendapat informasi perihal asumsi terbaru Romo Shindu terhadap sepakbola, khususnya dalam negeri.

Hingga saat ini berbagai macam isu sepakbola dalam negeri, khususnya Persib, tak henti-hentinya datang dan pergi, silih berganti. Ada yang mengendap, lalu muncul lagi dan membuat gaduh. Beragam pula laku kawan Bobotoh dalam meresponsnya. Ada yang reaktif dengan langsung menyambar badnews apapun tentang si kesayangan Persib. Ada yang dengan selow merespons isu sensitif menjadi pikaseurieun. Ada pula yang dengan kritis mengulasnya (tentu dengan metodologi sesuai akademis mereka).

Hal tersebut menyatakan bahwa persepsi Bobotoh tidaklah tunggal, dan untuk membuktikan kebenarannya, silahkan buka media sosial terkait pada hari dimana Persib atau klub lain bertanding, niscaya akan selalu ada kegaduhan publik sepakbola khususnya Bobotoh.

Di tengah gemuruh publik sepakbola Bandung yang tak pernah redup itu, selalu saja ada (yang memang sengaja memanfaatkan hegemoni Bobotoh untuk kepentingan) hal diluar sepakbola. Seperti beberapa waktu lalu saat seluruh stakeholder sepakbola di Bandung menjalin kerja sama dengan aparatur setempat untuk menggelar deklarasi gerakan anti hoax. Entah dalam konteks apa, namun yang pasti, hal ini semakin menguatkan argumen bahwa sesungguhnya sepakbola tidak bisa dipisahkan dari kehidupan.

Ada sebuah kutipan fenomenal di kalangan Bobotoh yang berbunyi: "Hirup lain saukur lalajo mengbal." Persfektif Sir Indra Thohir tersebut memang betul dan tentu sangat masuk akal, namun menjadi sebuah keniscayaan, adalah sepakbola yang nyatanya memang tidak bisa dilepaskan dari pelbagai persoalan keseharian manusia, nyaris di belahan dunia manapun. Dan perihal hoax yang hidup dalam bentuk teori-teori konspirasi, kampanye hitam, informasi palsu, atau cerita-cerita bohong yang kadang dibikin sedemikian bagusnya sehingga sulit untuk dikonfirmasi, barang tentu sudah waktunya untuk segera dihentikan dan juga diberangus sampai akar-akarnya. Untuk mengatasi hal ini, baiknya rekan-rekan Bobotoh semua terus menggugah kesadaran literasi sekitarnya, dalam segala aspek tentu saja.

Sehubungan dengan hal di atas, almarhum Ben Anderson (seorang Indonesianis asal Irlandia, yang juga peneliti di Cornell University) pernah menuliskan esai yang berkaitan dengan hal tersebut, dalam tulisannya beliau memaparkan bahwa "fungsi utama gelar akademik akhir-akhir ini hanya sekedar menjadi jalur migrasi sosial-ekonomi ke dalam tingkatan yang lebih tinggi dan mapan. Sedangkan pemaknaan pendidikan tinggi sebagai “pendidik” yang mencetak intelektual dalam pengertian ketat untuk kemajuan ilmu pengetahuan semakin ditinggalkan."

Dengan kata lain, bahwa gelar akademik seseorang tidaklah menjamin bahwa seseorang itu otomatis terbebas dari informasi fiktif. Saya kira, hanya dengan terus memverifikasi informasi apapun yang akan membuat kita tidak mudah terjerumus ke dalam pusaran arus informasi fiktif tersebut.

Dan hari esok, Persib Bandung, klub sepakbola yang penuh gejolak dan tuntutan dari supporter kritisnya ini akan bertanding dalam lanjutan Liga 1 melawan Madura United, di Pamekasan. Sehubungan dengan itu, mari kita kawal klub kebanggaan kita bertandang ke Madura dengan enjoy, dan sedikit meningkatkan kadar ekspektasi dalam diri.

 Meskipun dalam praktiknya beberapa kawan Bobotoh sudah sangat jauh bergeser dengan ragam motif yang berbeda, dari ekonomi, ideologis sampai politis. Ada yang menjadikan aktivitas supporternya sebatas pembuka jalan untuk mendapat ketenaran lalu berakhir pada titik endorsement, ada yang hanya ingin menunjukkan rasa superioritas diri dengan melakukan hal hal irasional yang tentu nirfaedah, dan ada pula yang hanya antusias untuk melakukan kegiatan tur tandang (atau awayday) sebagai bentuk eskapisme. Aktivitas yang terakhir ini adalah kegiatan sambil menyelam minum air yang tentu sangat mengasyikan dan sangat ideal daripada dua hal lain sebelumnya, karena mendukung (dan menikmati) klub sepakbola kesayangan di kandang lawan, pun sekedar ingin lari ke sebuah dunia yang tidak tahu sebelumnya dan belum pernah dikunjungi adalah sebuah kenikmatan tersendiri bagi beberapa orang, termasuk saya. Dan saya yakin, tidak sedikit kawan yang akan seperti itu, mungkin seterusnya, sampai bentuk kegiatan eskapisme tersebut kelak bergeser menjadi mengurus anak cucu di rumah.

Pack Your Bags #MaduraCalling, Destinantion : Pamekasan!

Sumber
Kode 300 x 250
close
==[ Klik disini 1X ] [ Close ]==
Kode DFP2
Kode DFP2